Minggu, 12 Mei 2013

UPACARA ADAT RITUAL TABUIK PARIAMAN DAN FILOSOFISNYA


UPACARA ADAT RITUAL TABUIK PARIAMAN


Di Sumatera barat, tepatnya kota pariaman, Tepatnya dipesisir pantai Pariaman, di sini setiap tanggal 1 muharam sampai dengan 10 muharam sering di adakan pesta budaya adat yang disebut "Tabuik".

Dari berbagai sumber sejarah kata Tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah.


Upacara adat ini untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. selain diPariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu tapi dengan nama yang sedikit berbeda, bengkulu menyebutnya Tabot dan prosesi adatnya pun berbeda. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah ia meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dengan mengangkat Jasid (anaknya) sebagai putera mahkota. (Sumber: Sejarah Tabuik). Tabuik Pariaman sudah digelar sejak 1831, namun dalam perkembangannya, mulai tahun 1974 dipaket menjadi atraksi wisata, hingga menjadi event tetap Pemda setempat.



Sebelum upacara adat tabuik dilaksanakan, dilakukan pembuatan tabuik di dua tempat, yaitu di Pasa (tabuik pasar) danSubarang(tabuik sebarang). Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Ada yang unik di prosesi awal pembuatan Tabuik ini, yaitu ketika warga Pasa dan Subarang berperang, berperang dalam arti sebenarnya, bahkan sampai melukai dan menimbulkan korban akan tetapi setelah acara Tabuik selesai mereka akan berdamai kembali. Tetapi ritual yang seperti itu beberapa tahun terakhir sudah ditiadakan, dan hanya dilakukan simbolis saja.







Untuk menambah semangat para pengusungTabuikbiasanya diiringi dengan musik“Gendang Tasa”(kelompok alat musik gendang yang terbuat dari kulit kerbau, dan dimainkan pemuda beramai-ramai), kelompok yang memainkan alat musik ini bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat).







Iring-iringan Gendang Tasa

dan Randai (Seni Traditional Anak Nagari)

--------->

Penyatuan tabuik dilakukan menjelang sholat Zuhur. Kedua Tabuik, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang adalah bentuk dari dua pasukan yang akan di pajang hadap-hadapan seolah-olah dua pasukan yang akan berperang.

Dalam prosesi adat ini dilakukan beberapa tahapan :

Pengambilan tanah pada 1 Muharam. Seorang laki-laki yang sudah ditentukan mengambil tanah yang berjarak sekitar 1 kilometer dari tempat pembuatan Tabuik. Tanah dibawa dengan Peti dan diiringi arak-arakan gendang tasa.

Ketika hiasan tabuik selesai 50 persen, pada 5 Muharam dilakukan penebangan batang pisang sekali tebas dengan sebilah pedang tajam.



Prosesi Pengambilan Tanah -------->

Pada 7 Muharam dilakukan acara yang disebut "Maatam", yakni mengekspresikan kesedihan atas wafatnya Hussein. Prosesi ini dilakukan dengan meletakkan simbol jari-jari tangan Hussein yang dicincang Raja Yazid dalam alat bernama Panja, simbol kuburan imam itu. Malamnya, Panja diarak keliling kota dengan ekspresi sedih para pengikutnya, diiringi gendang tasa. Pada 8 Muhara m dilakukan acara membawa lambang Sorban, Pedang, dan Kopiah Imam Hussein yang diletakkan di atas du lang (talam) keliling kota.

Iring-iringan ini diikuti gendang tasa yang

bertalu-talu. Pada 10 Muharam pukul 04.00 WIB digelar acara tabuik naik pangkat. Tabuik yang semula dibuat dua bagian–dengan bahan rangka dari bambu dihias kain dan kertas–disatukan dengan mengangkatnya.

Puncak acara,Tabuik yang tingginya mencapai 12 meter ini diarak ke tengah kota diiringi gendang tasa dan teriakan-teriakan khas Hoyak Tabuik. Tabuik diputar, digoyang-goyang, dan perlahan-lahan dibawa ke pantai untuk dibuang ke laut pada senja hari. Ini melambangkan Bouraq yang membawa jenazah Imam Hussein telah terbang ke langit.

Sepanjang acara adat dari 1 sampai dengan 10 muharam, malam dikota pariaman diadakan pameran dan bazar budaya di lapangan merdeka pariaman, dari pakaian adat, miniatur tabuik, makanan khas, kesenian khas pariaman dan banyak lagi.

Ada istilah ”Pariaman kota nan langang batabuik makonyo rami”Berikut Foto-foto acara puncak Pesta Budaya Tabuik, iring-iringan Hoyak Tabuik yang di Giring ke pantai untuk dibuang kelaut.






FILOSOFIS DARI UPACARA ADAT TERSEBUT :

Makna Simbol dalam Upacara Tabuik: Sebuah Analisis Filosofis

Secara etimologis kata “simbol” maupun simbolisasi berasal dari kata sumballo atau sumballen yang artinya adalah: berwawancara, merenungkan, memperbandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu. (Dibyasuharda,1990, Sudiarya1982). Di samping itu, simbol-simbol berperan dalam upacara karena sebagai alat penghubung antara sesame manusia dan antara manusia dengan benda, juga sebagai lat penghubung antara dunia nyata dengan dunia yang gaib.

Dalam pengertian antara simbol dan lambang sering dibuat ambigu pengertiannya. Pemahaman tentang simbol sering disamakan arti dan pemahamannya dengan lambang, meskipun pada prinsipnya semua simbol adalah merupakan bagian dari tanda yang memiliki makna, namun tidak semua dari tanda tersebut dapat mewakili adanya sebuah simbol. Dalam kehidupan bermasyarakat simbol itu dinyatakan dengan berbagai macam hal, misalnya dengan model pakaian, rambut, riasan dan sebagainya. Segala sesuatu apapun itu yang terlihat menarik elegan dan berkelas akan memperlihatkan sebuah nilai simbolik yang tinggi.

Sehubungan dengan penciptaan simbol sebagai ciri khas manusia di dalam wujud kebudayaan, seperti yang dikatakan oleh ( Suraharjo dalam Theresia, 2003 : 54). Simbol terjadi karena manusia adalah animal simbolicum , itu berarti karakteristik yang paling mendasari dari semua kegiatan manusia adalah proses simbolisasi. Salah satu wujud rasa budaya manusia adalah timbulnya rasa seni dalam setiap sanubari kita masing-masing seni rupa, musik, drama, tari dan lain sebagainya. Dunia seni adalah merupakan apresiasi dari tingkah laku dan pengalaman.

Dalam konteks pemaknaan tentang simbol dalam upacara Tabuik, terkandung unsur-unsur perlambangan yang secara umum dapat dilihat sebagai berikut: Barantam maksudnya mengadakan musyawarah, mengemukakan ide atau gagasan. Barantam/musyawarah mengandung makna bahwa dalam kehidupan bermasyarakat untuk menyelenggarakan sesuatu terlebih dahulu dimusyawarahkan. Selain itu artinya adalah mensosialisasikan budaya musyawarah pada generasi selanjutnya serta terbina kekompakan sesama masyarakat.
Maarak panja /jari-jari, artinya adalah mengarak jari-jari yang diletakkan pada alat yang bernama panja, alat yang digunakan menunjukan simbol bahwa manusia hendaknya punya rasa malu pada diri sendiri, malu pada orang lain, dan malu pada pencipta.

Maarak sorban melambangkan kebesaran dan penghormatan terhadap seorang pemimpin. Sorban biasanya dipakai oleh seorang kyai atau syeh. Menggambarkan bahwa orang yang memakai sorban mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam bidang keagamaan.

Tabuik naik pangkat artinya melambangkan persatuan. Walaupun terdiri dari bermacam suku, bahasa, agama, keturunan tetapi tetap satu kesatuan.

Ma-oyak tabuik adalah suatu pekerjaan yang penuh resiko, mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi melambangkan bahwa suatu perbuatan hendaklah dilakukan dengan ikhlas, ingatlah bahwa Allah selalu memberi berkah terhadap orang yang ikhlas melakukan suatu perbuatan.

Membuang Tabuik, yaitu memberi sesajen. tabuik di anggap sebagai sesaji yang akan di persembahkan untuk penghuni pantai barat Sumatera (makhluk gaib) dengan maksud memberi perlindungan kepada manusia yang berada di sekitar pulau tersebut.

Dalam setiap kegiatan peringatan atau upacara-upacara itu menunjukkan sikap religiusitas batiniahnya, manusia mencoba untuk berusaha sebisa mungkin merenungkan setiap barang atau benda, peristiwa-peristiwa (kejadian-kejadian), keadaan suka maupun duka yang selama ini dialaminya. Manusia dan masyarakatnya mampu melakukan ini dalam rangka eksistensi diri mempertahankan kelanggengan kehidupannya. Perenungan terhadap hal semacam ini di namakan sebagai perenungan tentang yang ada.( Peursen, 1967 : 56).

Merenungkan tentang Ada itu mengakibatkan pembebasan. Persentuhan dengan sisi kebatinan (dalam bahasa kebudayaan sering disebut sebagai religi), menyebabkan manusia mampu menembus dasar-dasar Ada dan kehidupan beserta kosmosnya. Dan dalam kontak dengan dasar-dasar Ada itu manusia menghayati penebusannya, tak luput ritual upacara seperti Upacara Tabuik diyakini oleh masyarakatnya sebagai sarana pembebasan diri manusia atas segala bencana.

Nilai-nilai dan norma-norma seolah-olah merupakan polisi lalu lintas yang mengatur masyarakat. Bagi suatu masyarakat seperti masyarakat Pariaman kegiatan seperti inisiasi atau (upacara Tabuik) merupakan persimpangan lalu lintas, dimana kekuatan ilahiah dan pengaruh seorang pemimpin dalam sebuah masyarakat menjalankan fungsinya. Banyak mitos membicarakan tentang kematian dan perjalanan di akhirat; upacara penguburan dan pengusungan “Keranda”—simbol yang digunakan dalam upacara Tabuik—diyakini bisa menjamin perjalanan yang aman. Kadang-kadang batas antara hidup dan mati sangat kabur : barang siapa tidak melakukan kebiasaan masyarakatnya akan di kucilkan, dan barang siapa dikucilkan dari masyarakatnya sebetulnya dia telah mati, dan kematian fisik akan segera menyusul.

Persoalannya adalah tidak semua norma dan nilai dapat dirumuskan dengan cermat; kitab kitab hukum harus diperiksa kembali, setiap tradisi berada ditengah masyarakat yang selalu berkembang menuju kepada kemajuan. Nilai seringkali tersirat disamping juga tersurat dalam sebuah naskah yang tersimpan dengan rapi. Pengaruh pertalian antara masyarakat di suatu zaman dengan zaman berikutnya menurunkan tradisi yang sama, yang mewujudkan sistem nilai yang baru dan secara tidak langsung memiliki pola-pola kekuatan mistik.

Dalam masyarakat yang serupa dengan di Pariaman, nilai-nilai tak akan berubah dengan cepat seperti masyarakat modern di Barat. Pada masa-masa terakhir kita melihat misalnya bagaimana tradisi diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sisi bagian ini menunjukkan sebuah pola yang agak merujuk pada dimensi mistik yang berlaku di masyarakat setempat sebagai pilar kekuatan pertahanan budayanya.

Upacara Tabuik pada dasarnya merupakan simbol upaya manusia dalam memandang kesatuan alam sebagai sesuatu yang organis yang tidak dapat di pisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tradisi tersebut menjadi salah satu mediasi manusia dalam berkomunikasi dengan alam dunia yang ada diluar indera manusia.

Bila kita membandingkan antara mitos religius dengan praktik magis, maka nampaklah perbedaan besar mengenai apa yang ditekankan. Dalam mitos manusia mengarahkan pandangannya dari dunia ini kepada dunia yang penuh kekuasaan yang lebih tinggi, dalam magi manusia bertitik tolak dari dunia penuh kekuasaan itu. Dengan perkataan lain, mitos lebih bersifat transenden, magi lebih bersifat imanen. Atau lebih sederhana : mitos lebih mirip dengan pujaan religius, sedangkan magi lebih condong menguasai sesuatu lewat beberapa ke pandaian. Magi mau menangkis marabahaya, mempengaruhi daya-daya kekuatan alam, menguasai orang-orang lain sampai mau membunuh orang lain dengan menusuk-nusuk gambarnya misalnya. Dengan perkataan lain, tentu saja magi bertalian dengan mitos.

Konsep tentang yang ada telah menjadi suatu kepercayaan yang syarat akan makna dalam ritual upaca Tabuik ini, tampak pada pola pikir masyarakat pariaman yang mengakui adanya realitas dibalik alam dan hal itu di simbolkan dalam bentuk sesaji dan uborambenya yang terdapat dalam prosesi ritual tersebut.

sumber :

http://loveatiklangang.blogspot.com/2010/12/tabuik-pariaman.html
http://uun-halimah.blogspot.com/2008/03/tabuik-pariaman-provinsi-sumatera-barat.html#.UZGP6BdQEgs



Tidak ada komentar:

Posting Komentar